Cermin Pecah

Tulisan ke-8 Seri Mashhad-Qom-Tehran

Frasa “cermin pecah” berkelebat ketika saya mengarsipkan dokumentasi kegiatan short course bersama Goharshad di Iran (Mashhad, Qom, dan Tehran).

Di antara sekian banyak bangunan di Kota Mashhad, ada yang membuat saya membatin pertanyaan tetapi saat itu saya abaikan. Salah satu pertanyaan itu terjawab belasan hari kemudian, di Kota Qom.

Di Kota Qom peserta short course berkunjung ke Haram (makam) Sayyidah Fathimah al Makshumah, adik dari Imam Ridha as. Kami dipandu dua khadimat dari divisi internasional. Satu memandu di depan, satu lagi menjaga rombongan dari belakang. Seperti biasa, saya lebih suka berada di ekor rombongan. You’ll know why.

Saat pemandu menjelaskan sejarah pembangunan, luas area, dan fasilitas yang ada di dalam Haram, perhatian saya tertuju pada hal lain. Saya melihat beberapa jenis dekorasi pada bagian dalam kubah. Berdasarkan pengalaman di Mashhad, detail komponen maupun ornamen pada bangunan di Haram pasti ada maknanya.

Saya colek khonoum khadimat yang berdiri di dekat saya.

The ornaments of the inner part of the domes … why are they different?

Dengan suara perlahan, dia menjelaskan.

Coba perhatikan, itu bentuk sarang lebah. Kita tahu, lebah hanya memasukkan yang terbaik ke dalam tubuhnya dan mengeluarkan pula yang terbaik.

Itu emas, lambang kebesaran.

Lalu itu kaca ….

Penjelasan itu membuat saya teringat pertanyaan yang pernah saya simpan di Kota Mashhad. Mungkin saya bisa mendapatkan jawaban.

Khonoum, tentang ornamen kaca itu … saya ada pertanyaan … mmm … di Haram Imam Ridha di Mashhad, hampir semua ruangan yang saya masuki didominasi oleh kaca, atau bahkan semuanya kaca. Di Haram ini juga, banyak ruangan bertema kaca. Apakah maknanya?

Dia tersenyum kemudian menjawab.

Setidaknya ada dua penjelasan yang bisa saya sampaikan. First, the glass resembles the creation of this world. Kaca yang utuh adalah manifestasi Tuhan yang kemudian turun ke dunia sebagai serpihan, kepingan, pecahan. Seperti pecahan kaca itu, tugas manusia adalah bergerak menghimpun kedirian yang berserakan dan kembali menyatukan diri dengan Tuhan.

Dia terdiam sejenak; saya menunggu.

Penjelasan yang kedua, kaca juga bisa berarti cermin. Those broken mirrors in the Harams offer psychological effects—one of them is a feeling of humbleness. Pada cermin-cermin kecil itu kita diajak menatap diri kita sendiri, berkaca, melihat apakah kita cukup pantas dan percaya diri sebagai manusia.

Ingatan saya kembali ke belasan hari sebelumnya, ketika pertama kali saya menatap ke arah ratusan keping kaca yang tertangkap mata, serpihan yang memantulkan cahaya keperakan di langit-langit begitu banyak ruangan. At that moment I was just frozen.

Saya berterima kasih pada Khonoum Khadimat  yang sudah mencairkan beberapa sudut beku tadi.  Masih banyak kebekuan yang lain, tentu. Semoga saya akan mendapatkan jawabannya suatu waktu.

Nah, kembali ke pelataran Haram Sayyidah Fathimah al Makshumah. Saat itu bertepatan dengan peringatan wafatnya Sayyidah Fathimah az Zahra. Banyak sekali rombongan datang, sebagian membawa bendera dan umbul-umbul. Di beberapa sudut ada orasi, penampilan drama, dan pembacaan syair. Mereka datang dari berbagai wilayah Iran untuk menyampaikan belasungkawa.

Oh, ya, saya jadi ingat. Para pemateri short course juga selalu mengawali pembicaraan dengan “Saya menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Sayyidah Fathimah ….” Di berbagai tempat juga terpampang poster dukacita.

Seorang teman berkomentar, “Terasa sekali, ya, Sayyidah Fathimah dicintai dan hadir dalam keseharian. Hari wafatnya diperingati, disebut-sebut, bahkan dalam forum-forum resmi.”

Ungkapan takziah itu seperti mencapai puncaknya di pelataran Haram Sayyidah Fathimah al Makshumah.

Pemandu kami menyebutkan bahwa di Iran, hari kelahiran dan wafat para nabi, para imam, para pejuang, dan tokoh-tokoh lain lazim diperingati.

“Banyak sekali peringatan di sini,” ujarnya sambil tersenyum.  

Kita di Indonesia juga memperingati berbagai hari besar. Itu salah salah satu upaya untuk ingat dan berterima kasih kepada manusia-manusia baik pada masa lalu. Mungkin vibe-nya perlu diperkuat. Kan makin sering disebut makin dikenal, makin terpapar, makin cinta.

Sebelum tulisan ini makin melantur (karena rindu), saya bagikan satu cerita lagi.

Berada di ekor rombongan membuat saya lebih leluasa—walau ini merepotkan panitia karena harus mengawasi saya yang sering meleng melihat ini itu.

Di salah satu sisi pelataran Haram Sayyidah Fathimah al Makshumah ada makam yang dikerumuni peziarah. Saya mendekat dan berusaha bertanya, dibantu panitia yang sudah gelisah karena rombongan kami mulai menjauh.

Makam itu adalah makam Syaikh Sukut, khadim tertua di Haram Sayyidah Fathimah al Makshumah (atau terlama, saya tidak berhasil bertanya ulang). Dia dikenal dengan nama itu karena dia sangat jarang berbicara. Baru saja saya cek di kamus daring ada kata “sukuut” yang berarti diam, membisu. Syaikh Sukut ditemukan wafat di bawah salah satu menara Haram, tak jauh dari tempat dia dimakamkan. Betapa beruntungnya dia menikmati istirahat panjanganya di rumah manusia yang dicintainya.

Saya sentuh makam itu sambil menitipkan doa, a very short and personal one.   

Salam takzim,

Pinggiran Bandung, 12-12-23

Anna Farida

Berikut ini foto-foto serpihan kaca/cermin yang saya maksud. Di internet banyak sekali foto dengan detail dan angle yang jauh lebih indah. Saya sertakan salah satu tautannya di bagian akhir.

Foto lain-yang lebih keren-milik orang lain ada di sini:

Dar-al-Siyadah Porch,Imam Reza shrine, Mashhad, Iran (Islamic Art): https://www.pinterest.com/pin/daralsiyadah-porchimam-reza-shrine-mashhad-iran-islamic-art–4785143347177132/  

Catatan: UNESCO memuat kompleks makam Imam Ridha as pada situs World Heritage Convention: https://whc.unesco.org/en/tentativelists/6194/

Maktab Narjes: Oase Pendidikan untuk Perempuan

Tulisan ke-7 Seri Mashhad-Qom-Tehran

Maktab Narjes adalah sebuah sekolah khusus perempuan tertua di Mashhad bahkan Iran. Di sinilah salah satu sesi short course Goharshad International diselenggarakan.

Begitu turun dari taksi, yang saya lihat adalah bangunan kecil dengan pintu sederhana, seperti rumah biasa. Ternyata di balik pintu itu ada bangunan besar dengan berbagai ruangan yang besar-besar juga. Beberapa remaja putri lalu lalang. Ada yang duduk-duduk sendiri atau berkelompok di berbagai sudut.

Ketika kami masuk lebih dalam, di lantai dua ada kelas-kelas berdinding kaca dan kebanyakan muridnya adalah ibu-ibu. Rupanya mereka adalah para pelajar tingkat atas, setara S-2 atau S-3. Suara kami yang cukup berisik bertanya ini itu membuat mereka menoleh ke bawah dan menyambut lambaian tangan kami.

Kami lantas diajak ke ruang pertemuan, berkenalan dengan para pengajar, menerima materi terkait pendidikan perempuan, dan berdiskusi. Kami mendapatkan penjelasan bahwa Maktab Narjes menyelenggarakan pendidikan dengan jenjang sebagai berikut.

+ Tingkat 1 dan 2 setara dengan SMA. Pada tingkat ini, yang diajarkan adalah ilmu agama secara umum, belum ada penjurusan.  

+ Tingkat 3 setara dengan S-1 meliputi beberapa jurusan yaitu Kalam, Tafsir Alquran, dan Fiqih.

Saat ini ada sekitar 300 pelajar internasional antara lain dari Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia. Kenya, Nigeria, Lebanon, Aljazair, Pakistan, Afganistan, dan Hindustan.  Pelajar dari Iran sendiri lebih dari 500.

Berapa biaya pendidikan di Maktab Narjes? Semua pelajar diberi beasiswa penuh termasuk asrama, lengkap dengan fasilitas untuk belajar dan hidup sehari-hari.

Saya sempat mengintip salah satu kamar di asrama. Ehm, khas kamar kos bersama dengan pernak-perniknya, homy, dan cukup rapi.

Di asrama tinggal mahasiswi yang belum menikah. Mahasiswi yang sudah menikah tinggal di luar asrama dan mendapatkan tunjangan tempat tinggal dari sekolah. Oh, ya, kami juga bertemu dengan para mahasiswi yang belajar sambil mengajak anak-anak mereka yang masih balita. Another heart warming moment. 

Panitia short course yang mendampingi kami adalah alumni dan mahasiswi Maktab Narjes, para pemudi yang helpful sekaligus cakap berkomunikasi. Sabar sekali mereka menghadapi kerewelan para peserta (Ibu-ibu peserta yang tidak merasa rewel boleh menghubungi saya untuk saya cantumkan namanya sebagai pengecualian, ehehe).

Pada saat yang sama, mereka juga tegas. Aturan utama dari short course ini adalah datang ke kelas tepat waktu dan dilarang keras keluar hotel tanpa ditemani salah satu panitia. Walau beberapa peserta mahir berbahasa Parsi, beberapa kali ke Mashhad, bahkan pernah tinggal di Iran, larangan tetap berlaku.

“Kami bertanggung jawab atas kenyamanan dan keselamatan Ibu-ibu,” kata mereka selalu.

Kembali acara ke kunjungan. Kami diajak ke perpustakaan dengan koleksi referensi yang menjadi rujukan para mahasiswi dan peneliti, dari dalam maupun luar Maktab. Kami juga diajak masuk ke kantor lembaga riset Maktab Narjes. Setelah memaparkan penelitian yang sedang berlangsung dan penelitian yang sudah dipublikasikan, Ibu Kepala Lembaga Riset mengundang kami untuk mengirimkan paper berupa opini atau hasil riset. Tentu saja kami mengiyakan.

Ibu Kepala tertawa kecil lalu berkata, “Itu yang selalu dikatakan para tamu, tetapi mereka lupa mengirimkan karya begitu pulang. Semoga Anda tidak termasuk yang lupa, ya.”

Saya membatin janji untuk mengirimkan tulisan, setidaknya sebuah esai. Saat ini esai bertema pendidikan perempuan sudah saya kirimkan, ehm.  

Kami kemudian dibawa ke ruang kerja Khonoum Tahai, pendiri Maktab Narjes. Suasana menjadi hening ketika perjuangan Ibu Tahai disampaikan.

“Namanya Ibu Fatime Sayyid Khamooshi, biasa dipanggil Ibu Tahai, merujuk pada nama suami beliau. Ibu Tahai mengawali berdirinya sekolah ini di rumah pribadi dan dana pribadi. Beliau dan suami adalah rekan seperjuangan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran. Maktab Narjes berdiri tak lama setelah revolusi terjadi. Ibu Tahai wafat sekitar 2010. Kami mohon doa untuk beliau, perempuan pejuang yang telah mewakafkan seluruh hidupnya bagi pendidikan kaum perempuan.”

Ibu Tahai juga penulis. Di ruang kerja ada sebuah rak berisi banyak buku berisi tulisan tangan beliau. Tulisan tangan!

Kunjungan berakhir dengan hati tak keruan. Saya berpamitan tanpa bisa menahan haru. Betapa tidak. di sekolah ini para perempuan muda, bahkan sebagian masih remaja, berada jauh dari keluarga untuk belajar agama.

Kepada mereka saya katakan “Terima kasih sudah berjuang di sini dan belajar untuk kami.”

Saya berusaha mencium tangan mereka yang penuh berkah—mungkin tangan-tangan itu sering mengusap air mata saat mereka rindu keluarga atau karena beratnya perjuangan. Tentu mereka buru-buru menarik tangan dan membalas pelukan saya.

Pengetahuan saya tentang agama sangat-sangat terbatas. Kepada para perempuan pelajar agama inilah saya ikut bersandar dan belajar.

Teruslah belajar. Selipkan nama-nama kami dalam doa kalian.

Salam takzim,

Anna Farida

Catatan:

Informasi pada tulisan ini saya peroleh saat kunjungan dan mendapatkan konfirmasi dari Maktab Narjes atas bantuan Yuni Indriati, salah satu mahasiswi di sana. Biar keren perlu saya tambahkan bahwa tulisan ini saya buat malam-malam di langit, di sela penerbangan Oman–Kuala Lumpur.

Buku-buku tulisan tangan Khonoum Tahai
Buku tulisan tangan Khonoum Tahai
Foto bareng poster Khonoum Tahai

Goharshad International: Jejaring Perempuan Dunia

Tulisan ke-6 Seri Mashhad-Qom-Tehran


Setelah cerita kunjungan dan jalan-jalan, tulisan kali ini merangkum berbagai sesi di kelas short course Goharshad International.

Mohon bersabar, tulisan ini bakal dangkal.

Sejak awal, sebenarnya saya insecure, tak pede. Daftar materi yang kami terima memuat tema-tema filsafat, analisis gender, feminisme, kebijakan pendidikan, tasawwuf, komunikasi, hingga agenda 2030. Ada beberapa tema yang tidak saya kuasai.

Mohon bersabar juga jika saya lagi-lagi lebih tertarik berkomentar dan bercerita tentang hal-hal yang tidak substansial.


Baiklah, penafian sudah disampaikan.

Short course dibuka secara resmi tanggal 16 November 2023. Lagu kebangsaan kedua negara kembali diperdengarkan. Pembawa acara mengucapkan selamat datang sambil menyelipkan syair di sana-sini.

Kemudian, dia mempersilakan Ibu Dr. Munawwarah Syayestekhu untuk memberikan sambutan dan materi pembuka. Beliau adalah kepala pelaksana Goharshad International Foundation dan direktur Maktab Narjes Mashhad—saya akan menulis khusus tentang lembaga pendidikan ini.

Menurut Dr. Syayestekhu, tema Havva (Hawa) yang diangkat dalam short course ini diharapkan menjadi semangat bagi kaum perempuan untuk berdialog, berbuat, dan berjejaring di bidang budaya, pendidikan, sosial, politik, dan bidang strategis lainnya.

Program yang dikelola Goharshad ditujukan untuk memfasilitasi perempuan agar dapat berperan memperbaiki dunia, dimulai dengan memperbaiki diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. Goharshad berkeyakinan bahwa terkait dengan kemampuan untuk berkembang dan berperan, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, semua memiliki tanggung jawab yang serupa.
Perempuan wajib terus belajar agar menjadi insan yang berwibawa, mampu menjalankan peran sebagai pribadi, istri, ibu, dan anggota masyarakat.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Nasrotu Rahmah, Lc., staf bidang akademik Al Mustafa Open University. Beliau berharap agar kegiatan ini memberikan manfaat bagi peserta untuk mengenal Republik Islam Iran khususnya sistem pendidikannya, sekaligus membangun jejaring dan dialog yang bermanfaat.

Setelah acara pembukaan selesai, tiba-tiba panitia bertanya, “Ibu-ibu, apakah ada yang aktif di perminyakan?” Kami menggeleng. Saya kan aktivis minyak goreng dan minyak kayu putih.

Dr. Murtadha diperkenalkan sebagai salah satu kepala perusahaan minyak dan gas. Beliau memaparkan perkembangan industri minyak dan gas di Iran, termasuk perjuangan menghadapi embargo, dan pencapaian dari tahun ke tahun. Disebutkannya jumlah pabrik berskala nasional hingga instalasi gas yang saat ini masuk ke rumah-rumah.

Saya sempat berpikir, untuk apa Tim Migas berbicara di depan peserta short course bertema perempuan dan pendidikan. Setelah beberapa saat, saya paham arahnya. Kesadaran untuk mandiri dan melepaskan ketergantungan pada negara lain harus dimulai dari rumah.


Ada masa keluarga Iran mengalami masa sulit pada awal-awal masa embargo. Sebagaimana pada masa Revolusi Islam, sebagian warga memilih meninggalkan Iran. Meski begitu, tetap banyak warga memutuskan untuk bertahan.

Masa sulit akan membuat putus asa jika warga tidak kompak dan tidak saling menguatkan. Di sinilah kekuatan keluarga. Keluarga memiliki peran krusial untuk menentukan keberhasilan program berskala nasional, dan perempuan merupakan pilar utamanya.

Kemudian, hari demi hari, bergulirlah sesi demi sesi, diselingi berbagai kunjungan dan jalan-jalan bermakna.

Rangkaian kegiatan dipandu oleh Khonoum Ketua Panitia, Khonoum Dr. Zeinab Norbakhs. Tim Goharshad International Foundation juga terus mengawal kegiatan. Ogho Fariboz Kahroum (manager), Khonoum Maryam Sadat Ruhbaksh (Kepala Humas), Khonoum Shima Kiyani (departemen pendidikan).
Kami juga didampingi oleh tim pemudi santun ceria berilmu yang terdiri atas mahasiswi dan alumni Maktab Narjes (Zainab Zahra, Yuni Indriati, Nur Sakinah, Aleena Batool).

Saya sampaikan dulu tema materi dan kegiatan short course, nanti secara bertahap akan saya bagikan masing-masing uraiannya. Fyi, tentantg beberapa tema, saya harus mengadu ke bapaknya anak-anak, minta referensi dan penjelasan berbagai istilah filsafat yang berhamburan hampir di setiap materi. Berikut ini sesi penyampaian materi dan kegiatan kunjungan yang kami dapatkan.

Nyaris semua pemateri perempuan.

Materi di Kelas

+ Analisis Esensi Surat Al Mulk dari Sudut Pandang Pendidikan Masa Kini (Dr. Maryam Pour Hosseini)
+ Peran dan Pengendalian Opini dalam Keluarga (Dr. Mahini)
+ Landasan Filosofi Hijab dari Perspektif Imamiah (Dr. Abbas Javareshkiyan)
+ Simposium Ilmiah tentang Aspek Ketuhanan dalam Sistem Pemikiran Pemimpin Revolusi Republik Islam Iran (dipimpin oleh Dr. Munawwarah Syayestekhu)
+ Feminisme menurut Pandangan Islam (Dr. Zahra Tehranian)
+ Kritik Arsip 2030 dari Perspektif Gender dan Pendidikan Islam (Dr. Hossein Pour)
+ Identitas Seksual dan Gender dari Sudut Pandang Teori Ilmiah dan Alquran (Dr. Ahmadi)
+ Teori Estetika Kontemporer dan Analisisnya Menurut Alquran (Ibu Dr. Alawi)
+ Professional Ethic (Dr. Mahini)
+ Tren Selebriti dan Konsep Berkecukupan terkait dengan Pemberdayaan Perempuan: Tinjauan Teori Estetika Kontemporer (Dr. Fatima Gitipasand)
+ Compassion dalam Interaksi Sosial (Dr. Tahira Javidi)


Materi penutup di Goharshad International Centre mengandung kejutan karena pemateri yang datang ternyata Dr. Jamileh Alamolhoda—Ibu Negara Republik Islam Iran. Saya menceritakannya dalam tulisan kelima.

Kunjungan.
Selain materi di dalam kelas, materi juga disampaikan melalui diskusi dalam berbagai kunjungan. Sebagian sudah saya ceritakan dalam tulisan sebelumnya.

  • Taman Botani Mashhad
  • Lembaga Penelitian Pusat Provinsi Khorasan Quds Razavi
  • Central Library of Astan Quds Razavi
  • Astan Quds Razavi Museum
  • Sekolah Tinggi Putri Maktab Narjes (perpustakaan dan bagian penelitian)
  • Tomb of Ferdowsi
  • Ferdowsi Museum
  • Ferdowsi University
  • Al Mustafa International University
  • Engarium (planetarium) di Universitas Ferdowsi
  • Haruniyeh Dome (“makam” Imam Al Ghazali)
  • Lokasi tambang batu pirus di Neyshabur
  • Makam Fariduddin Attar
  • Makam Omar Khayyam
  • Roz-e Sefid (White Rose) Medical Center

Tak ketinggalan “survey lapangan dan kunjungan ilmiah” di pasar, mal, dan pusat oleh-oleh di Mashhad 😏🙈

Demikian, sesi kami di Kota Mashhad selesai. Masih banyak cerita.


Sesi selanjutnya diberikan 26-27 November 2023 di Tehran dan Qom.

+ Ziarah ke makam Pemimpin Besar Revolusi Iran di Tehran dan rumah beliau di Qom

+ Ziarah dan kunjungan ke makam dan museum Sayyidah Fathimah Al Ma’shumah

+ Kunjungan dan diskusi di Al Mustafa University dan Al Mustafa Seminary School

+ Kunjungan dan diskusi di Jamiatul Zahra, universitas dan seminary untuk perempuan

+ Kunjungan ke Masjid Jamkaran dan berdiskusi dengan pimpinan Masjid.

Sesi di Kota Qom sangat padat, hanya ada jeda salat dan makan. Kami berkegiatan pagi-siang-sore-malam.

Setelah 14 hari belajar, tiba juga saatnya packing dan siap-siap pulang. Semoga suatu hari nanti saya bisa kembali ke sini. Masih banyak tempat yang belum dikunjungi.

Ini tulisan sebelum pulang, pamit dulu sementara waktu. Masih ada beberapa cerita yang akan saya bagikan beberapa hari ke depan.

Salam takzim,

Anna Farida