Isi kamera kami harus selalu dipilah karena anak-anak hobi memotret apapun, termasuk gambar aneh seperti dinding kosong, gigi ompong, amandel, apapun. Nah, baru saja kutemukan foto ini:
Aku terharu. Kuingat, Sabtu lalu, anak-anak yang biasa main di Pintu Ilmu belajar Bahasa Inggris dengan Zaky (anak sulungku, 11). Walau puasa, mereka tetap giat dan ceria. Selesai belajar, mulailah mereka merancang kegiatan ngabuburit. Ada yang usul main ke taman, tanding pingpong, sampai berangkat berenang (panas sedang sangat terik, membuat usul-usul tadi menguap begitu rupa).
Saat mereka bingung, Zaky usul, “Perpustakaan kita ini kan kecil. Bagaimana kalau kita tata ulang saja biar lebih rapi…” Mereka menyambut dengan antusias. Zaky segera memberi komando, “Kalian turunkan semuanya dari rak, trus dikelompokkan: majalah, buku cerita, buku pengetahuan, komik, buku pelajaran, buku yang kecil, yang besar….Kakak mau ngetik dulu nama yang mau ditempel di raknya.”
Dan tangan-tangan kecil itu mulai bekerja. Semua rak dikosongkan. Perdebatan kecil mulai kudengar dari seberang rumah: Ini buku cerita, bukan buku pengetahuan…. Ini kan buku yang kecil… Buku ini di rak yang itu aja… Ada juga yang justru “tersesat” asyik membaca buku yang seharusnya ditata dulu, lantas terjengkang karena diteriaki teman-temannya.
Hangat sekali hatiku, melihat anak-anak berkubang di antara buku, berceloteh tentang buku, berdebat tentang buku, menata buku, membaca buku….