The Rain Forest Project: Belajar berkolaborasi

Senang sekali rasanya.

Pagi ini saya memperoleh kabar bahwa machinima Rainforest Project yang dibuat oleh Ibu Ines Puspita sudah diunggah ke youtube. Isinya penampilan dua anak SMP Gemilang Mutafannin, sejumlah home learner, dan murid-murid German International School.

Project ini sudah berlangsung sejak bulan April 2011. Sungguh proses yang panjang. Tidak ada yang instan. Kami mengawalinya dengan berburu foto binatang, kemudian mengikuti kelas Ask the Expert bersama Dr. Tak Cheung, seorang mikrobiologis dari Illinois State University, AS. Puncak project ini adalah pameran foto di kampus virtual University of Illinois. Acara pembukaannya disaksikan oleh para pendidik internasional.

Machinima ini akan diputar di konferensi ISTE (International Society for Technology in Education) tanggal 26 Juni 2011 di Philadelphia.

Virtual World sungguh menawan 🙂

Esme Qunhua di kelas kami

This slideshow requires JavaScript.

Sesi ke-dua kelas online hari ini adalah bertemu dengan Esme Qunhua (SL)/ Jane Wilde (RL) melalui voice chat di Second Life. Dia adalah dosen sebuah universitas jurusan kependidikan di Marlboro Amerika, dan sedang menempuh program doktoral.

Untuk hadir di kelas saya, Esme harus bangun jam mulai jam 11 malam. Baik sekali dia, mau bela-belain bangun, demi anak-anak yang tak pernah dikenalnya. Pro Bono. Benar-benar guru super 🙂

Setelah saya tiga kali gagal teleport, dan membuat saya deg-degan, kami bisa bertemu. Aduh senangnya, karena voice chat juga lancar. Asyiknya, Esme mengajak tiga muridnya yang juga guru-guru sekolah. Ketika saya sampaikan pada Esme bahwa avatar mereka hadir di layar kelas kami, dia segera menyapa anak-anak melalui avatarnya dengan antusias.

Murid-murid saya malu-malu tapi mau. Esme sabar membimbing anak-anak untuk berani bertanya, sampai pakai tagline “I am a docent. Ask me questions!” di atas kepalanya. Mungkin saya berlebihan, tapi saya terharu mendengar suara anak-anak belasan tahun itu terdengar di dunia virtual yang ajaib ini. Mereka masih sangat muda, tapi sudah berbicara dengan berbagai orang dengan aneka cara, melintasi benua.

Kata mereka, berbincang dengan avatar lebih santai daripada dengan skype, hehe…

Serius, hari ini saya senang sekali 🙂

Lebih senang lagi ketika keesokan harinya Esme mengirimkan email ini:

“Oh Anna,
Thank you so much for taking pictures and sharing your blog with us.  This will make the experience very powerful for my students – to see the real children with which they were talking.  And to see our avatars on an Indonesian language blog!  You and I are now international educators – you and your students teaching my American students about Indonesia and my students and I teaching your students about America!  I have also posted about the experience at
Fred, Red, and Esme Go International

Seminar tentang Memanfaatkan Dunia Virtual untuk Pembelajaran

Poster Seminar Virtual World

Poster Seminar Virtual World

24 April 2011, Ikatan Guru Indonesia mengadakan seminar tentang pendidikan di dunia virtual. Pesertanya 200 lebih guru dari berbagai sekolah, bertempat di Kantor Kemendiknas Jakarta.

Setelah sesi workshop tentang Virtual World bersama Ines Puspita, saya dan Ibu Ani Ismayani memperoleh kehormatan untuk berbagi pengalaman tentang penggunaan Second Life untuk menunjang pembelajaran.

Beberapa hari sebelumnya, Bu Ines, Bu Ani, dan saya gladi resik bersama, mengatur giliran bicara, dan menjajal akurasi SL dan skype masing-masing. Rencananya, saya akan online dari rumah, setelah sebelumnya ada acara di Bandung. Tiba-tiba hujan deras, dan saya tak bisa menerobos hujan dengan motor. Akhirnya, dari sebuah warung di Bandung, saya berhasil hadir di hadapan para peserta seminar yang ada di Jakarta. Kami menggunakan Second Life dipadu dengan skype. Teknologi memang asyik.

Setelah memaparkan pandangan singkat tentang pemanfaatan teknologi virtual tiga dimensi, saya ajak salah satu peserta untuk simulasi pembelajaran melalui Second Life. Di sini, saya belajar untuk lebih menghidupkan imajinasi—karena tidak berhadapan langsung dengan si peserta. Saya hanya mendengarkan suaranya, dan melihat perubahan pada papan simulasi di layar Second Life saya.

Berikutnya, kami diajak Bu Ani Ismayani jalan-jalan mengunjungi landmark matematika, dan mendengarkan penuturannya, mengapa beliau menekuni Second Life.

Selanjutnya adalah tanya jawab. Pertanyaan yang ditujukan ke saya adalah seputar pengelolaan kelas, pembelajaran reading dan listening, pola komunikasi guru dan murid, bahkan pendapat saya tentang pembelajaran yang masih berorientasi angka ujian. Asyik sekali, presentasi di sebuah seminar besar sambil sesekali menyeruput kopi.

tanpa beranjak dari Bandung, saya hadir di Jakarta (foto oleh Zaky Anvari)

tanpa beranjak dari Bandung, saya hadir di Jakarta (foto oleh Zaky Anvari)

Satu setengah jam berbagi pengalaman, walau sekian ratus kilometer jarak fisik memisahkan, tetap bisa dilakukan. Dengan teknologi, saya dan bu Ani bisa berbincang dengan para guru yang penuh semangat, tanpa perlu naik bus ke Jakarta.

Semoga, jika ada kesempatan serupa, kaki saya tidak perlu sedingin air es (karena cuaca memang dingin, dan cemas dengan koneksi internet yang menurut pemilik warung bisa melemah di saat hujan—juga karena memang saya deg-degan hendak bertemu dengan guru-guru yang hebat itu) 🙂

I love this virtual world…