HARI IBU?

Apa kabar, Bu?

Sudah sarapan?

Ah, mungkin belum sempat.

Mungkin bayi atau balitamu rewel hingga malam, dan kau tidur terlambat.

Mungkin tadi subuh kau bangun terhuyung-huyung dengan kepala berat.

Mengeluh? Ah, lagi-lagi mana sempat?

Hari ini, seperti hari-hari yang lain, mungkin kau mendapati bak cuci piring terisi penuh.

Mungkin meja makan dan mainan berhamburan, buku berserakan tak beraturan.  

Mungkin lantaimu kotor oleh remah-remah kue, lengket oleh percikan susu dan jus sisa semalam.

Mungkin kakimu perih menginjak nasi kering yang mengeras tajam.

Keranjang baju kotormu tak pernah kosong, selalu terisi tanpa jeda.

Mungkin juga hari ini kau sedang resah.

Anak sakit atau rewel, sedangkan kau harus segera berangkat bekerja.

Mungkin hari ini kau sungguh ingin membelah diri.

Antara berpelukan dengan buah hati, atau mencari nafkah untuk keperluan esok hari.

Mungkin pula hari ini kau sedang berdoa dan berusaha menyingkirkan rasa ragu,

atas pencapaian putra putrimu yang beranjak remaja dan dewasa,

lantas berjuang meyakinkan diri, bahwa mereka akan bahagia sampai akhir waktu.

Bu, mungkin di antara istirahatmu, tangan dan isi kepalamu itu bergolak tak henti.

Lisan dan batinmu mendaras doa bagi anak-anakmu,

anak yang lahir dari rahimmu, juga anak yang tumbuh dalam pengasuhanmu.

Sejak dulu, sejak rambutmu masih hitam legam, hingga uban muncul satu demi satu.

Meski begitu, Bu.

Di antara napas pendek karena resah atau lelah, selalu ada senyum itu.

Tidak ada yang sepenuhnya tahu, berapa banyak air mata mengalir,

dan selalu cepat-cepat terhapus oleh punggung tanganmu.

Tak ada yang persis tahu, berapa kali sehari kau menarik napas panjang,

agar dapat menegakkan diri  dan menyebarkan kegembiraan.

Karena saat kau tersenyum, anak-anakmu mendapatkan energi yang melimpah.

Mereka dapatkan kekuatan menghadapi hari ini dan esok.

Mereka siap menjadi bagian dari hari-hari yang penuh tantangan.

Ingatkah, kau, Bu?

Saat mereka berhasil, kau yang pertama kali mensyukurinya walau dari kejauhan.

Saat mereka gagal, kau yang pertama kali merentangkan tangan menawarkan pelukan.

Mereka berani karena  yakin selalu ada tempat untuk pulang.

Salam takzim untuk semua ibu. Katanya hari ini Hari Ibu, ya? Sudah sarapan?

Jaga kesehatan selalu.

Anna Farida