Saat ini aku sedang berusaha menerjemahkan sebuah buku pengasuhan tulisan seorang kolumnis perempuan asal California. Dari korespondensi yang sudah kujalin, tergambar olehku bahwa Teryl ini pribadi yang hangat namun juga lugas.
Berikut cuplikannya:
Untuk semua ibu (dan ayah) yang pernah yakin anak-anak mereka tak bakal menonton film-film kartun di TV, atau main-main dengan senjata bohongan; bagi yang pernah memasang kereta bayi dengan satu tangan dan harus melek padahal hanya tidur dua jam; bagi yang serius berniat memantau buku catatan perkembangan buah hati mereka—Teryl Zarnow menawarkan minuman segar rendah lemak yang disajikannya dengan penuh canda. Cara pandangnya yang tajam dan berani terhadap kegembiraan, rasa bersalah, juga stress ringan maupun berat yang dialami para ibu, membuatnya memiliki dunia tersendiri—dunia yang langsung akan Anda kenali sebagai dunia Anda sendiri.
“Siap?” tanya Zarnow. “Tak ada yang bisa menyiapkan anda agar terampil menjadi seorang ibu. Anda harus belajar saat terjaga di malam hari, dan di siang hari yang begitu panjang—tanpa tidur siang. Di keluargaku, kami menyebutnya terbang tanpa jaring … Tak tahu apa yang akan kami hadapi, dan sejak itu kami hanya berbekal keyakinan. “
Buku ini disarankan agar dibaca sebagaimana penulisnya menuliskannya: ketika mesin cuci tengah berputar, saat anak-anak tidur siang, dan ketika semua orang di rumah terlelap. Membacanya akan membuat Anda merasa lebih nyaman. Ternyata, Anda bukan satu-satunya oran yang ‘rewel’ membahas mangkuk dan piring yang berdentingan di meja makan. Bukan Anda satu-satunya orang yang memperoleh nilai sempurna “10” dalam skala Richter untuk rasa bersalah saat memutuskan untuk berkarir di luar rumah. Zarnow tahu bahwa rasa bersalah itu lazim muncul.
Tapi di dunia Tery Zarnow, masalah seperti ini akan dibahas dengan tawa dan penuh pengertian. Mengerti bahwa ada ibu yang lain mengalami hal serupa.
Teryl memaparkan bahwa betapa seorang ibu harus “terbang tanpa jaring” ketika belajar mengasuh anak-anak. Mulai dari kehamilan, kelahiran, hingga kejutan-kejutan yang harus mereka alami ketika sang anak lahir dan mulai tumbuh, semua dilakukan secara otodidak. Tidak ada pelatihan apa pun yang bisa menyamai realitas yang dihadapi orang tua sehari-hari.
Teryl Zarnow memulai tulisannya dengan persiapan menyambut bayi pertama. Mulai berbelanja perlengkapan bayi, belajar menggunakannya, hingga saatnya tiba seorang ibu harus menyimpannya di gudang. Mulai dari belajar memasang popok hingga begadang hingga larut untuk kemudian terbangun beberapa kali, sedangkan keesokan harinya, rutinitas harian harus berlangsung seperti biasa.
Proses pengasuhan berlanjut hingga anak-anak beranjak tumbuh, saat mereka mulai bebas bergerak ke mana-mana. Saat sekolah, saat anak beranjak remaja … semua menuntut kerja keras—sekali lagi tanpa pelatihan khusus. Namun yang mengagumkan, para ibu bagaikan pasukan berani mati yang bertempur di garis depan medan perang. Mereka melawan rasa bosan, rasa lelah, ego ….
Yang tak kalah pentingnya adalah bergesernya peran suami istri menjadi ayah dan ibu. Pasangan yang telah memiliki momongan seolah kehilangan relasi suami istri. Pernikahan mereka kian jarang diperbincangkan. Anak-anak selalu jadi poros keluarga. Teryl bahkan mengistilahkan “ayah” sebagai “mantan suami.” Dulu, sebelum punya anak, dia adalah suamiku. Kami biasa berbincang tanpa interupsi, bepergian berdua tanpa banyak pertimbangan. Kini, dia adalah ayah anak-anakku. Kami harus rela melayani ocehan anak kapan pun mereka muncul. Saat ingin liburan, kami harus memperhitungkan jadwal sekolah anak-anak. Ulang tahun perkawinan kian terlupakan, muncullah ulang tahun anak-anak.
Teryl mengajak para ibu untuk lebih terbuka. Mengakui kelelahan tanpa rasa bersalah, mengakui rasa kesal tanpa sembunyi-sembunyi, mendiskusikan segala keberatan mereka dengan suami dan anak-anak. Di saat yang sama, Teryl juga menyingkapkan banyak hal indah yang mungkin tak disadari oleh para ibu ketika mengasuh anak-anak. Keindahan yang tak akan pernah dilepaskan siapapun juga, jika mereka tahu hakikatnya.
Dengan menata peran secara proporsional dan penuh tanggung jawab—karena kelahiran anak adalah pilihan kita, dan bukan pilihan mereka—kelak kenangan manis tentang anak-anak akan menghiasi hari tua kita.
Membaca dan menerjemahkannya seolah membaca buku harian yang tak pernah sempat kutulis hingga kini.