“I’m going to Austria for 24 months”
Tiba-tiba seorang kawan dekat menuliskan status itu di akun facebook-nya. Aku yang merasa dekat dengannya heran. Kok dia tidak pernah mengabarkan apa-apa? Bagi pengguna jejaring sosial, kabar semacam itu biasanya jadi status yang wah, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali hendak ke luar negeri.
Melalui kotak pesan, temanku itu menjelaskan statusnya sebagai gerakan kampanye waspada kanker payudara, semacam pesan berantai untuk kaum perempuan. Sebuah petunjuk teknis untuk ikut serta dalam kampanye ini disampaikan oleh si penyebar berita pertama yang masih misterius. Yang jelas, tujuannya adalah menyebarkan kewaspadaan terhadap penyakit ini ke seluruh dunia, terutama kaum perempuan.
Aku sempat ragu. Does it really work?
Temanku menjawab lugas: Demi mengenang tantenya yang meninggal karena penyakit ini, sekaligus mengingatkan diri sendiri dan teman untuk waspada.
Aha!
Sungguh cara yang unik untuk menyebarkan kebaikan. Aku jadi tersengat.
Dan hari ini status serupa tertulis di dinding facebook-ku. Beberapa teman berkomentar, sebagian bahkan mengucapkan selamat. Teman perempuan saja yang akan menerima pesan berantai dariku, dengan harapan pesan ini akan terus meluas.
Kanker payudara kini dinobatkan sebagai pembunuh nomor satu perempuan Indonesia, menggeser posisi kanker serviks. Seperti kanker pada umumnya, dia membunuh dengan cara yang tidak kentara, dan umumnya pasien memeriksakan diri ke dokter setelah merasa ada yang tidak beres dengan payudaranya. Warna kulit yang berubah, nyeri, puting masuk ke arah dalam, hingga keluar cairan dari payudara. Sayangnya, ketika perubahan itu terjadi, kanker sudah ada di stadium lanjut.
Sejak belasan tahun yang lalu, aku kenal istilah “sadari”–periksa payudara sendiri, tapi tak pernah benar-benar serius kulakukan. Padahal, penyakit ini ditandai dengan munculnya benjolan pada payudara atau ketiak. Begitu ada benjolan yang teraba di dua daerah tersebut, pasien wajib segera memeriksakan diri. Jika benar benjolan itu sel kanker, semestinya penanganan dini akan membawa peluang kesembuhan yang lebih besar.
Sejauh ini kampanye waspada kanker payudara yang kutemukan adalah aneka artikel di media massa, seminar kesehatan, poster, sedikit film, dan akhirnya kampanye unik ini. Setelah kutanya Tante Google, ternyata kampanye “pergi ke luar negeri” ini sudah tersebar dan mulai dibicarakan di berbagai forum online, dan terus merayap diam-diam, wall to wall, melalui dunia maya.
Aku sesekali hadir di seminar kesehatan. Aku juga fesbukan untuk keperluan pekerjaan dan berteman. Kampanye berantai tanpa data kematian, persentase peluang hidup, dan istilah-istilah medis ini lebih mengusik kesadaranku. Kesadaran untuk peduli kesehatan diri dan menyebarkannya kepada teman-teman. Dan, inilah kali pertama aku tergugah untuk menulis tentang kanker payudara. Serasa jadi tenaga kesehatan hehehe…
Akhirnya… “I’m going to ‘Columbia’ for 24 months!”
–Pemakaian tanda kutip itu wejangan khusus dari Pemred Pikiran Rakyat ;-)–