Beberapa menit yang lalu ada SMS dari nomor suamiku:
“Selamat Ulang Tahun Darling! Selamat Natal dan Tahun Baru” (ini Kakak yang tulis, disuruh Bapak)”
Kubalas: “Huuu ga romantis amat sih! Sms aja nyuruh. Ga papa deh, yang penting ada transfer ke Ibu buat beli hadiah sendiri!”
SMS suamiku: (Sedikit kusensor) “Itu anak bikin bocor! Pakai bilang Kakak yang nulis lagi!”
Kubalas: “Hahaha ciaaaan! Ketauan deh, ga niatnya. Payah!”
SMS suamiku: “Kepikirnya pas lagi nyetir. Yang penting kan ada usaha.”
Kubalas: Huuuu….dst dsb…
Ucapan itu sebenarnya telat. Ulang tahunku kemarin, tanggal 24 Desember. Kemarin, justru Si Sulung Zaky yang bikin status di facebooknya kalau Ibu (Anna Farida) ulang tahun, dan agar hadiah diserahkan melalui Zaky dan hadiahnya akan dia pakai…dsb dst.
Tiga orang teman dekat juga memberiku ucapan selamat. Senang juga sih, diperhatikan seperti itu, walau bagiku, ulang tahun bukan sesuatu yang istimewa. Biasa saja.
Suamiku selalu meneleponku ketika harus mengisi data tanggal lahir anak-anak, dan aku pun selalu perlu beberapa detik untuk mengingat-ingat. Aku lebih sering tak ingat ulang tahun suamiku, juga anak-anakku. Ulang tahunku pasti kuingat karena jatuh sehari sebelum Natal. Jika Natal tidak ada, atau berjarak seminggu dari ulang tahunku, mungkin aku pun tak akan ingat.
Ulang tahun anak-anakku biasa kami rayakan tanpa sengaja. Misalnya, saat ipar baruku berkunjung, dia membawa sebagian kue tart perkawinannya ke rumah. Tanpa tendensi dia nyeletuk, siapa yang ulang tahun hari ini? Ternyata ada salah satu anakku yang memang ulang tahun hehe…
Atau, pada suatu tanggal 13 Juli, Ali—putra keduaku—ada pentas gitar klasik. Kami pulang larut malam, kelaparan, dan memutuskan untuk makan di jalan. Saat anak-anak ribut berdebat mau makan di mana, tiba-tiba aku ingat kalau hari itu adiknya Ali ulang tahun. Hehe… jadilah kami merayakannya. Begitu saja.
Aku jadi berpikir, sepenting apa sih ulang tahun buat orang lain?