Orang Tua dan Sekolah Menyenangkan (by Eko Prasetyo, editor Jawa Pos)

Tulisan ini adalah copy paste dari  artikel Mas Eko Prasetyo, editor Jawa Pos. Terima kasih sekaliii….

Tanpa disadari, banyak yang mengesampingkan peran orang tua terhadap perilaku, tumbuh kembang, dan prestasi anak di sekolah. Padahal, orang tua termasuk salah satu stakeholderpenting dalam pendidikan. Apalagi, sekolah bukan segala-galanya dalam urusan pendidikan anak.

Nah, apa jadinya jika komponen pendidikan seperti orang tua, guru, dan praktisi pendidikan berkolaborasi memberikan sumbangsih pemikiran demi suatu sekolah yang menyenang?So pasti hebat. Inilah yang dilakukan sahabat saya, Anna Farida SPd.

Bersama Suhud Rois SS dan Ir Edi S. Ahmad, ibu empat anak tersebut menginspirasi pembaca lewat buku Sekolah Yang Menyenangkan (Penerbit Nuansa, 2012).

Munif Chatib, penulis buku best seller Sekolahnya Manusia, mengakui bahwa buku Sekolah Yang Menyenangkan tersebut berusaha mengajak guru dan orang tua menjadikan sekolah sebagai ajang memperoleh pengalaman menarik bagi siswa. “Jika kita percaya bahwa setiap anak mempunyai potensi kecerdasan dan berkembang dengan caranya sendiri, ibarat api unggun, buku ini adalah pemantiknya,” tulis Munif.

Pemred harian Pikiran Rakyat Budhiana Kartawijaya turut memberikan apresiasinya pada buku ini. “Sekolah yang kaku tidak akan menjadi tempat belajar yang baik. Sebab, di sana hanya ada anak sekolah, tidak belajar,” katanya.

”Buku ini menyampaikan pesan kepada para guru bahwa tugas pendidik bukan hanya sebatas mengajar. Guru seharusnya juga menjadi manajer kelas yang lihai menciptakan atmosfer belajar mandiri dan menyenangkan,” lanjut Budhiana dalam sambutannya.

Anna Farida adalah lulusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia (UPI; dulu IKIP Bandung). Meski demikian, ia mengaku wawasannya tentang pendidikan formal baru menemukan bentuk ketika anak pertamanya mulai memasuki sekolah. Sebagai orang tua, Anna merasa prihatin melihat fenomena sekolah yang membuat anak-anak kehilangan dunia keceriaan mereka.

Berprinsip bahwa tanggung jawab utama pendidikan anak terletak pada orang tua, Anna menempatkan sekolah sebagai mitra. Karena itu, ia suka nimbrung dalam berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah anaknya. “Mula-mula malu-malu, tapi lama-lama tahan malu,” ucapnya.

Oya, Mbak Anna –demikian saya biasa menyapanya- juga getol menulis. Kami sama-sama satu korps sebagai ghost writer. Selain termasuk ibu-ibu doyan nulis, Anna juga menjadi editor lepas di salah satu media.

Sementara itu, Suhud Rois adalah Kabid Kurikulum dan SDM di SD Interaktif Gemilang Mutafannin. Improvisasi menjadi kekuatannya dalam menemukan metode pembelajaran yang menyangkan. Sedangkan Ir Edi Sudrajat adalah perintis banyak sekolah-sekolah interaktif unggulan. Di antaranya SD Hikmah Teladan, SD Interaktif Gemilang Mutafannin, Global Interactive School, MI Miftahul Huda, dan SMP Gemilang Mutafannin.

Edi juga menjabat sebagai kepala Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus (SABK) Gemilang Rahayu Arbiyah di Ngamprah, Bandung Barat. Ia juga menjadi ketua Yayasan Bani Hasyim Rahayu. Sebagai konseptor sekolah interaktif dan segudang pengalamannya, Edi banyak menuangkan ide-ide, pemikiran, solusi untuk pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

Kolaborasi tiga orang hebat ini melahirkan sebuah buku yang kini berada di tangan saya: Sekolah Yang Menyenangkan. Tidak hanya tampilan luarnya yang luks, isinya pun sarat akan kiat-kiat menjadikan sekolah sebagai tempat belajar yang menggembirakan, tidak menjadi penjara, bagi anak-anak.

Total ada enam bab yang diulas dalam buku ini. Yakni, Belajar atau BermainSekolah Interaktif: Akademis dan NonakademisGuru Yang MenyenangkanOrang Tua Yang MenyenangkanHakikat Sekolah Interaktif; dan Belajar di Luar Itu Menyenangkan.

Di bab pertama, secara gamblang diulas dengan amat detail dan rinci mengenai anak  nakal, sekolah menyenangkan sebagai hak asasi anak, kebebasan berpendapat dan berekspresi, sekolah inklusi, serta mengakomodasi semua anak.

Ada juga paparan tentang guru yang powerful, ketika ortu dipanggil sekolah, menghadapi ortu ceriwis, dan pekan lomba. Anna sendiri mengulas lebih dalam tentang parentingmarket day, guruoutsource, peran aktif orang tua, posisi sekolah, organisasi ortu, forum kelas.

Tentu saja saya tidak akan menjelaskan satu per satu secara rinci isi buku ini. Ini akan saya ulas tersendiri dalam resensi buku. Secara keseluruhan, buku ini menjadi oase di tengah sorotan terhadap dunia pendidikan kita yang masih karut-marut dengan segala problemanya.

Komponen-komponen sekolah seperti ortu, guru, dan masyarakat memang memegang peran penting dalam pembelajaran anak. Di sisi praktik pembelajaran, interaktif berarti pembelajaran yang multiarah, bukan hanya satu atau dua arah. Guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator sehingga anak memiliki kesempatan bereksplorasi.

Buku ini banyak mengupas hal-hal yang mengejutkan yang tidak terpikir sebelumnya oleh masyarakat awam. Kejutan-kejutan inilah yang menjadikan buku ini berbeda dengan buku-buku pendidikan umumnya.

Terima kasih untuk Mbak Anna Farida atas inspirasinya. Sebagai generasi yang lebih muda, saya banyak menggali ilmu dan pengetahuan dari pengalaman yang Anda berikan dalam buku ini. Bravo!

Sidoarjo, 16 Agustus 2012