Minggu malam, 13 Juli 2008 di panggung terbuka Bale Pare milik Kota Baru Parahyangan, kami sekeluarga menikmati konser “murid-murid” Kang Purwa. Salah satu anakku, Ali (7), ikut ambil bagian dengan solo gitar klasiknya. Ini konser pertamanya, dan jelas kulihat betapa dia nervous saat menyaksikan panggung dan banyaknya penonton. Semua berusaha menenangkan—yang justru membuatnya kian kikuk—karena itu, kuminta tantenya membawanya ke guru gitarnya, Pak Ricky. Kupikir dengan bergabung sesama peserta konser akan membuatnya nyaman.
Konser dibuka dengan gegap gempita oleh hentakan perkusi yang ditabuh murid-murid kelas drum. Dinamis sekali. Turut semangat rasanya aku malam itu, menyaksikan belasan anak menabuh drum penuh gaya dan kompak. Siang saat gladi bersih sempat kusaksikan sang guru selalu mengingatkan agar mereka tetap senyum. Walau ada beberapa mimik yang nampak tegang (atau serius?), atraksi mereka sungguh menghidupkan malam itu.
Berikutnya paduan suara. Lagu-lagu manis terdengar enak banget saat melihat komposisi para penyanyi yang terdiri dari orang dewasa hingga anak-anak (ada gadis cilik yang jadi primadona karena kepawaiannya menyanyi dan akting). Jelas bukan pekerjaan yang gampang memadukan range suara mereka.
Nah…
Ini dia menu utamaku. Solo gitar.
ALI is in the house! Penampilannya membuatku terharu. Selain karena dia pemain termuda dalam sesi gitar, penampilannya juga bisa dibilang berhasil—alih-alih kegugupannya tadi. Aku bangga. Telingaku menangkap komentar-komentar manis yang membuat hati seorang ibu bisa menggembung. Aku ingat betul ketika setahun yang lalu saat-saat pertama les, dia sering nyaris menangis karena grip nya tak jua berhasil. Ini keberhasilan Ali dan gurunya, pak Ricky (aku boleh tidak ya, ikut merasa punya andil?). Pemain lain juga tak kalah keren (ada yang main Tears in Heaven dengan bagus, I Will Survive yang rancak, juga Yesterday yang syahdu) … tapi bagiku, ibunya Ali, penampil terhebat yaaa Ali, dong!
Setelah itu, giliran pasukan biola tampil bareng piano. Ada satu violinis yang bermain cantik. Aku senang melihat dinamika mimiknya begitu hidup. Sejak empat tahun yang lalu, Zaky, anak sulungku, belajar biola—bukan di Purwacaraka, saat itu kami belum pindah ke Cimahi. Dia juga tampak menyimak serius, seolah hendak mengukur kemampuannya. Saat kutawari untuk pindah les ke Purwacaraka, dia menyahut sambil lalu, “boleh saja.”
Rencana pindah les ke Purwacaraka ditunda dulu karena dia kini bergabung dengan Funtastic String Ensemble di Swara Harmony dan menemukan sebuah komunitas anak-anak pecinta biola di sana. Dia sudah pernah ikut konser siswa bertajuk Music Muvee.
Back to Ali’s concert: Usai violin, kami bersiap pulang. Sudah 3 jam si bungsu yang baru setahun terpapar udara malam. Belum lagi besok hari pertama sekolah, ditambah rencana kami merayakan konser pertama Ali dengan makan bersama, sekalian ultah adiknya yang tepat di hari itu genap 4 tahun.
Sambil menuju pelataran parkir, masih sempat kulihat penampilan penyanyi-penyanyi cilik yang tampil penuh percaya diri. Nyaman sekali melihat anak-anak berkenalan dengan seni sejak dini.
Kang Purwa? Menurut info sih masih sakit. Tapi beliau tampil juga di TV, dari sore hingga nyaris tengah malam saat kami pulang.