Setahun lalu, Oma—tetanggaku yang baik bak nenek sendiri—menghadiahkan bibit yang disebutnya bibit cabe jepang kepada semua tetangga. Semua cabe milik tetangga tumbuh dan berbuah ranum. Tapi tidak demikian dengan cabeku. Dengan penuh harap aku menantinya berbuah, tapi bunga demi bunga selalu saja dikerumuni semut dan gugur…begitulah berulang-ulang sepanjang tahun.
Suatu saat aku memutuskan berhenti menanti, dan membiarkan pohon cabe itu tumbuh di sudut tersembunyi, terjepit di antara pot bunga lain. Sesekali batang dan daunnya yang tumbuh subur menyeruak mengejar matahari. Aku memangkasnya berulang-ulang tanpa harapan. Batangnya kian kokoh dan menua. Sebenarnya, aku sangat ingin menyingkirkannya, toh ia tak pernah sukses berbuah. Hanya, aku tak tega menghadapi pertanyaan Oma yang masih setia melongok ke dalam pagarku dan bertanya, “Sudah berbuah?” Lebih-lebih, Oma juga pernah memberiku bibit sawi yang sempat tumbuh tanpa terurus dan lenyap dilahap bekicot. Ada juga bibit bawang daun yang kubiarkan membusuk tanpa sempat kutanam. Karenanya, kujadikan cabe itu pertahanan terakhir, untuk menjaga martabatku agar tak jatuh menjadi tetangga yang abai.
Selama ini, aku dan Oma sering menjadikan cabe tanpa buah itu bahan candaan. Katanya, “Mungkin dia ini laki-laki…” Kemudian mengalirlah cerita Oma tentang anak laki-laki dan cucu-cucunya yang sangat dia rindukan.
Nah, tadi pagi, saat membersihkan teras dari cipratan air hujan semalam, aku melihat batang dan daun cabe itu kembali menjulur segar. Serta merta tanganku meraihnya, seperti biasa, hendak mematahkan beberapa cabangnya.
Tunggu! Dia berbuah! Tak banyak memang, tapi tetap membuatku riang. Buahnya masih muda, sewarna dengan daunnya. Karena itulah aku tak pernah melihatnya. Ia masih saja dikerumuni semut. Tapi entah mengapa, semut yang biasa menggugurkan bunganya, kini tak begitu berhasil. Kuamati, sebagian bunga memang sudah rontok dan membusuk. Tapi si cabe bertahan!
Spontan aku melongok ke luar. Sayang pintu rumah Oma tertutup. Karenanya aku tak tahan ingin menuliskan kisah si cabe yang gigih itu 🙂
Hmmm…mengusir semutnya bagaimana ya? Atau memang sebaiknya dibiarkan saja? Toh mereka sudah bersahabat setahun lamanya.